PPKN Pendudukan Jepang ke Indonesia sampai Proklamasi Kemerdekaan dan Terbentuknya Pemerintahan Indonesia Kelas X
Pendudukan
Jepang ke Indonesia sampai Proklamasi Kemerdekaan dan Terbentuknya Pemerintahan
Indonesia
Pemerintahan
Belanda di Indonesia digantikan oleh bangsa Jepang. Belanda menyerah tanpa
syarat kepada Jepang melalui perjanjian Kalijati pada tanggal 8 Maret 1942.
Masa pendudukan Jepang dimulai pada tahun 1942 dan berakhir pada 17 Agustus
1945. Di Indonesia, Jepang membentuk beberapa organisasi. Organisasi yang
dibuat Jepang antara lain;
Heiho (Pembantu
prajurit Jepang), Seinendan (Barisan pemuda), Keibodan (Barisan pembantu polisi),
Jibakutai (Barisan berani mati), Suishintai (Barisan pelopor), Gagukotai
(Barisan pelajar), Fujinkai (Himpunan Wanita), Jawa Hokokai (Perhimpunan
kebaktian rakyat Jawa), PETA.
Pada awalnya, kedatangan pasukan Jepang disambut dengan hangat oleh bangsa
Indonesia. Jepang tidak jauh berbeda dengan negara imperialis lainnya. Jepang
termasuk negara impeliaris baru, seperti Jerman dan Italia. Sebagai negara
imperialis baru, Jepang membutuhkan bahan-bahan mentah untuk memenuhi Pengakuan
sebagai 'saudara tua' merupakan semboyan yang penuh kepalsuan. Hal itu dapat
dibuktikan dari beberapa kenyataan yang terjadi selama kependuduan bala tentara
Jepang di Indonesia. Bahkan, perlakuan pasukan Jepang lebih kejam sehingga bangsa
Indonesia mengalami kesengsaraan.
1)
Perlawanan
rakyat terhadap penjajah Jepang
Perlawanan terhadap penjajahan Jepang
banyak dilakukan di beberapa daerah di Indonesia. Di daerah Cot Plieng Aceh
perlawanan terhadap Jepang dipimpin oleh Tengku Abdul Jalil. Baru pada serangan
terakhir (ketiga) Jepang berhasil membakar masjid Teuku Abdul Jalil berhasil
meloloskan diri dari kepungan musuh, namun akhirnya tertembak saat sedang
shalat.
Perlawanan PETA di daerah Blitar, Jawa
Timur. Perlawanan ini dipimpin oleh Syodanco Supriyadi, Syodanco Muradi, dan
Dr. Ismail. Perlawanan ini disebabkan karena persoalan pengumpulan padi,
Romusha maupun Heiho yang dilakukan secara paksa dan di luar batas
perikemanusiaan. Empat perwira PETA dihukum mati dan tiga lainnya disiksa
sampai mati. Sedangkan Syodanco Supriyadi berhasil meloloskan diri.
2)
Peristiwa
Rengasdengklok
Pemerintahan Jepang di Indonesia
berakhir setelah Jepang kalah dari tentara sekutu di Perang Dunia II. Dua kota
di Jepang yaitu Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom oleh tentara sekutu.
Setelah mendengar adanya kekalahan Jepang, dibentuklah BPUPKI (Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi
Cosakai yang diketuai oleh Radjiman Widyodiningrat. Nama BPUPKI diganti
menjadi PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia) atau Dokuritsu Junbi
Inkai untuk lebih menegaskan keinginan dan tujuan bangsa Indonesia untuk
merdeka.
Soekarno, Hatta selaku pimpinan PPKI dan
Radjiman Wedyodiningrat sebagai mantan ketua BPUPKI diterbangkan ke Dalat,
Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan
Jepang sedang di ambang kekalahan dan akan memberikan kemerdekaan kepada
Indonesia. Namun pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar
berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang
bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Saat Soekarno, Hatta dan Radjiman
kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera
memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai
tipu muslihat Jepang, karena Jepang setiap saat sudah harus menyerah kepada
Sekutu dan demi menghindari perpecahan dalam kubu nasionalis, antara yang anti
dan pro Jepang. Hatta menceritakan kepada Syahrir tentang hasil pertemuan di
Dalat. Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi
kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan
dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang Indonesia belum siap. Soekarno
mengingatkan Hatta bahwa Syahrir tidak berhak memproklamasikan kemerdekaan
karena itu adalah hak Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI).
Sementara itu Syahrir menganggap PPKI adalah
badan buatan Jepang dan proklamasi kemerdekaan oleh PPKI hanya merupakan
‘hadiah’ dari Jepang. Setelah mendengar Jepang menyerah pada tanggal 14 Agustus
1945, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka
tidak menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Para pemuda pejuang,
termasuk Chaerul Saleh, Sukarni, dan Wikana berdiskusi
dengan Ibrahim dan pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945.
Bersama Shodanco Singgih, salah seorang anggota PETA, dan pemuda lain, mereka
membawa Soekarno (bersama Fatmawati dan Guntur yang baru
berusia 9 bulan) dan Hatta, ke Rengasdengklok, yang kemudian terkenal
sebagai peristiwa Rengasdengklok.
3)
Persiapan
kemerdekaan
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo
kemudian ke rumah Laksamana Muda Maeda, di Jalan Medan Merdeka Utara. Maeda
menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di
Dalat.
Sepulang dari rumah Maeda, Soekarno dan
Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI) pada pukul 10 pagi 16 Agustus keesokan harinya di kantor Jalan Pejambon
No. 2 guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan
Proklamasi Kemerdekaan. Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki
pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda
dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak
dilaksanakan karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu
telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Perundingan antara golongan muda dan
golongan tua dalam penyusunan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia berlangsung
pukul 02.00 – 04.00 dini hari. Teks proklamasi ditulis di ruang makan Laksamana
Tadashi Maeda Jl. Imam Bonjol No 1. Para penyusun teks proklamasi itu adalah
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan Mr. Ahmad Soebarjo. Konsep teks proklamasi
ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Di ruang depan, hadir B.M Diah Sayuti Melik,
Sukarni dan Soediro. Sukarni mengusulkan agar yang menandatangani teks
proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Teks Proklamasi Indonesia itu diketik
oleh Sayuti melik. Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara
lain Soewirjo, Wilopo, Gafar
Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul
10:00 dengan pembacaan proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat
tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati,
dikibarkan, disusul dengan sambutan oleh Soewirjo, wakil walikota Jakarta
saat itu dan Moewardi, pimpinan Barisan Pelopor.
Pada awalnya Trimurti diminta untuk menaikkan bendera namun ia menolak dengan alasan pengerekan bendera sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Oleh sebab itu ditunjuklah Latief Hendraningrat, seorang prajurit PETA, dibantu oleh Soehoed untuk tugas tersebut. Seorang pemudi muncul dari belakang membawa nampan berisi bendera Merah Putih (Sang Saka Merah Putih), yang dijahit oleh Fatmawati beberapa hari sebelumnya.

Komentar
Posting Komentar